Buaya Tembaga

Pada zaman dahulu, di kota Ambon yang terletak pada jazirah Lei Timur dan jazirah Lei Hitu itu dihubungkan oleh satu tanah genting yang bernama Tanah Genting Baguala. Di Genting Baguala ini hidup seekor buaya yang sangat besar. Panjang badannya kira-kira mencapai 5 meter, dan tubuhnya memiliki warna kulit kuning keemasan. Oleh sebab itu, penduduk di sana menyebutnya dengan Buaya Tembaga. Keadaan alam di Baguala yang begitu indah, asri, dan nyaman, membuat Buaya Tembaga itu merasa betah tinggal di sana. Ditambah pula penduduknya yang sangat memuja keberadaan sang buaya tembaga tersebut.

Buaya Tembaga tersebut sangat baik sifatnya dan tidak pernah memangsa hewan lainnya. Buaya tersebut justru selalu menolong ikan-ikan, hewan-hewan lainnya dan selalu melindungi mereka dari hewan buas. Keberadaan tentang adanya Buaya Tembaga terdengar luas hingga ke pesisir selatan, Pulau Baru. Hewan yang berada di Pulau Baru hidup dalam rasa ketakutan karena ada seekor Ular besar yang selalu memangsa hewan lainnya.

Oleh karena itu, ikan-ikan, buaya, dan binatang lainnya berkumpul untuk mengadakan musyawarah dengan tujuan untuk mengatasi serta membasmi ular raksasa itu. Dalam musyawarah tersebut, akhirnya mereka sepakat bahwa yang dapat menolong dan menandingi ular tersebut adalah Buaya Tembaga.

Akhirnya, mereka mengirim utusan untuk memohon pertolongan kepada Buaya Tembaga. Yang diutus merupakan seekor Ikan, Ikan tersebut harus menempuh perjalanan yang cukup jauh dari tempat asalnya agar dapat bertemu dengan si Buaya Tembaga. Setelah perjalanan jauh, akhirnya sang ikan pun sampai juga di kediaman Buaya Tembaga.

Saat bertemu dengan Buaya Tembaga, ikan itu pun menceritakan bahwa selama ini mereka hidup dalam rasa ketakutan karena ada seekor Ular besar yang melingkar pada pohon. Ular tersebut melingkar pada pohon dan melintang pada aliran air yang biasa kami gunakan sehari-hari. Ikan itu pun bermaksud memohon kepada Buaya Tembaga untuk membantu mengusir Ular tersebut dari wilayah mereka.

Tanpa berpikir panjang, Buaya Tembaga pun langsung mengabulkan permintaan si ikan tersebut. Kemudian, mereka pergi bersama-sama menuju ke Pulau Baru. Buaya Tembaga harus menempuh perjalanan yang cukup jauh. Sesampainya ia disana, ia dipersilahkan untuk beristirahat dan disambut dengan sangat baik.

Keesokan harinya, Buaya Tembaga diantar oleh seluruh Ikan-ikan menuju tempat keberadaan sang Ular. Pada saat sampai ditempat tujuan, Buaya Tembaga mulai waspada. Ia semakin mendekat pada Ular tersebut. Ternyata, sang Ular itu sudah memperhatikannya dan menjulurkan kepalanya. Dalam sekejap sang Ular pun langsung melilit tubuh Buaya Tembaga dengan sekuat tenaga yang dimilikinya. Namun, Buaya Tembaga tetap tenang dan mengumpulkan tenaganya untuk membalas serangan dari sang Ular.

Pertarungan sengit pun terjadi antara keduanya dan peristiwa ini di saksikan oleh semua hewan penghuni yang tinggal di sekitar tempat itu. Pertarungan tersebut berlangsung selama lebih dari satu hari.

Pada saat lilitan Ular mulai melemah, Buaya Tembaga langsung membalikkan tubuhnya di dalam air. Ekornya pun ikut bergerak untuk memukul sang Ular. Tidak perlu menunggu waktu yang cukup lama, Ular pun mulai kehabisan napas. Pada saat lilitannya semakin mengendur Buaya Tembaga langsung memukul kepala sang Ular. Ular pun menyerah dan pergi meninggalkan Pulau Baru.

Para penghuni Pulau Baru yang melihat pun serentak bersorak girang atas kemenangan sang Buaya Tembaga. Dengan demikian, mereka telah bebas dari ancaman sang ular yang selama ini membuat mereka ketakutan. Setelah kejadian itu, Buaya Tembaga dianugerahi gelar “Yang Di pertuan di daerah Teluk Baguala”. Hadiah itu dipersembahkan pada sebuah tagala dan diisi dengan beberapa jenis ikan seperti ikan parang, make, papere, dan salmaneti. Setelah itu Buaya Tembaga pun kembali pulang ke tempat asalnya dengan membawa hadiah yang diterimanya tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *